Untuk burung ocehan, lokasi habitat asal burung penting diketahui. Hal ini dikarenakan kehidupan dan perkembangbiakan burung secara alami sangat tergantung pada vegetasi di sekitar lingkungannya. Dengan begitu, kita juga dapat menghubungkan ragam jenis pakan dan sumbernya dari tumbuhan yang ada dihabitatnya.
Kaitannya dengan hal tersebut adalah tofografi daerah hunian burung. Faktor lain menyangkut iklim atau tinggi rendahnya curah hujan di suatu daerah. Hal itu berpengaruh pada ragam jenis dan ketersediaan pakan. Pengaruh lain yang bisa terjadi adalah pada pertumbuhan (ukuran) fisik burung itu sendiri. Begitupun pada karakter atau tipe suaranya. Artinya, perbedaan besar-kecilnya ukuran tubuh, volume suara, kering tidaknya suara yang dimiliki, serta kecerahan warna bulu pada jenis burung yang sama sangat tergantung pada habitatnya.
Sebagai contoh, burung anis kembang yang berasal dari jawa barat dan jawa timur mempunyai perbedaan kualitas, baik dari ukuran fisik dan suara kicauannya. Hal tersebut karena perbedaan iklim yang sangat mencolok sehingga berpengaruh pada vegetasi yang ada di antara Pulau jawa bagian barat dan Pulau jawa bagian timur. Secara alami, kondisi tersebut berdampak langsung pada ragam langsung ragam jenis makanan yang tersedia dan dikonsumsi burung, baik untuk bertahan hidup maupun untuk berkembang biak.
Sebagian besar habitat di Pulau jawa bagian barat dalam kondisi basah hampir sepanjang tahun. Hal tersebut tentunya mendukung keberadaan hutan tropika yang lebat dan menjadi gudang makanan bagi beragam jenis burung. Ketersediaan makananpun berlangsung secara terus menerus. Sebaliknya, Posisi Pulau jawa bagian timur terletak dalam wilayah bayangan hujan dari benua Australia. Oleh sebab itu, curah hujan di Pulau jawa bagian timur khususnya di sepanjang pesisir utara lebih bersifat musiman. Di tambah lagi musim kering terjadi secara tetap dalam waktu berbulan-bulan. Tentu hal itu sangat berpengaruh pada vegetasi secara alami. Hutan yang ada tidak lebat dan pada umumnya terbuka. Hanya sebagian kecil daerah di jawa bagian timur bersifat basah dan ditumbuhi hutan lebat. Semua itu sangat berpengaruh pada jenis dan jumlah makanan yang tersedia. Dampaknya terhadap burung pasti pada ukuran fisik dan kemampuannya dalam berkicau.
Dengan memahami persoalan tersebut, paling tidak kita bisa mengerti tentang burung dari segi fisik dan kualitas suaranya. Hal itu dimaksudkan juga berlaku pada burung unggulan jenis lain seperti cucakrawa, murai batu, anis kembang, anis merah, branjangan, cucak ijo, dan kacer.
B. Antara Burung Tangkapan Liar dan Hasil Penangkapan
Selama ini, burung yang diperjualbelikan di pasaran umumnya masih merupakan hasil tangkapan liar, baik burung lokal maupun import. Adapun burung yang berasal dari tangkaran hanya meliputi beberapa jenis seperti kenari (Eropa, Cina, Taiwan, dan Australia), lovebird (Belanda, Belgia, Taiwan dll), serta goldamadin dan parkit (Australia). Namun, beberapa tahun belakang ini, burung lokal hasil penangkaran mulai mengisi kekosongan pasar jenis burung tertentu, meskipun jumlahnya belum banyak. Beberapa jenis burung hasil tangkaran lokal tersebut antara lain anis kembang, anis merah, cucakrawa, jalak suren, jalak putih, jalak bali, murai batu, kacer, dan blackthroat dll.
Secara kualitas, burung tangkaran mulai menunjukan hasil yang cukup baik,. Perawatan untuk menjadi burung kontes atau burung lapangan juga terbilang lebih mudah. Hanya saja, tidak semua penangkar (breeder) mau melepas atau menjual burung hasil tangkarannya yang berpotensi dan bisa diandalkan sebagai burung lapangan. Salah satu alasan yang diberikan biasanya disebabkan burung tersebut hendak dijadikan bibit (indukan). Kalaupun ingin menjualnya, breeder akan menawarkannya dengan harga tinggi.
C. Perilaku Buruk Burung Peliharaan
Perilaku buruk pada burung peliharaan perlu dihindari. Hal ini karena dampak yang ditimbulkan berpengaruh langsung pada kualitas suara dan penampilannya. Satu hal yang pasti terjadi jika kelemahan ini sudah melekat yaitu burung tersebut tidak biasa diharapkan ‘eksis’ di arena kontes. Ada beberapa hal terkait dengan perilaku buruk yang harus dipahami kicaumania dalam mencetak burung berkualitas unggulan sebagai berikut.
1. Bergaya salto
Gaya salto ditunjukkan dengan cara melompat ke belakang dengan membalikkan badannya. Gaya salto ini sering terlihat pada burung jenis import seperti poksai jambul putih, hwa mei, poksay hitam, dan robin. Sementara burung lokal yang selalu melakukan gaya salto adalah burung pentet, kacer, ciblek dll. Kebiasaan buruk tersebut bisa terjadi karena pemilihan sangkar yang kurang tepat dan kesalahan dalam perawatan.
2. Nenggak
Nenggak (dengak) ditunjukan oleh burung dengan selalu menekuk lehernya ke belakang seperti melihat ke atas. Kebiasaan buruk ini bisa terjadi secara berulang kali dalam waktu beberapa lama. Sering kali, nenggak disertai dengan gerakan burung ke samping kanan, kiri, dan atas tenggeran. Burung yang sudah mempunyai kelemahan seperti ini sangat sulit menunjukan kicauan terbaiknya. Selain itu, performanya juga pasti tidak menarik lagi. Nenggak bisa terjadi karena kekurangpahaman kicaumania dalam merawat burung. Kasus nenggak sering terjadi pada burung poksay jambul putih, hwa mei, pentet.
3. Galak
Sifat galak menjadi kelemahan lain yang bisa dimiliki burung ocehan. Kasus burung galak berpeluang besar menimpa semua jenis burung ocehan yang dikonteskan. Burung yang sedang memunculkan sifat galaknya akan mengembangkan bulunya dan menabrakan diri ke dinding sangkar, seolah ingin keluar untuk memburu lawannya. Tak jarang, burung yang saat kambuh galaknya akan turun ke dasar sangkar. Pada saat seperti ini, burung tidak lagi bisa diharapkan berkicau dengan kemampuan terbaiknya. Sifat galak bisa disebabkan burung terlalu birahi (OB). Oleh sebab itu, jangan terlalu sering mendekatkan burung ocehan (jantan) dengan betinanya. Selain itu, sifat galak juga bisa muncul karena pengaruh pakan buatan dan pakan pemacu suara yang diberikan secara berlebihan.
4. Berkicau di dasar sangkar
Burung yang berkicau di dasar sangkar sama sekali tidak diharapkan oleh kicaumania. Aktivitas berkicau di dasar sangkar harus dihindari sebab akan berpengaruh buruk pada suara dan penampilannya. Berkicau di dasar sangkar bisa dilakukan oleh burung yang galak karena berbagai sebab. Hal lain karena burung terlalu jinak sehingga melakukan aktivitas tersebut.
Bagi penggemar burung kontes, berkicau di dasar sangkar bisa jadi malapetaka. Selain tidak bisa berkicau dengan maksimal, burung yang berkicau di dasar sangkar tidak akan mempertotonkan kebolehannya. Hal seperti itu tidak diharapkan terjadi, terutama pada branjangan dan kerabatnya sanma, serta pai ling. Namun, tidak sedikit branjangan yang sering berkicau di dasar sangkar. Ini bisa terjadi karena perwatannya banyak yang kurang dipahami oleh penghobi burung. penghobipun tidak berupaya mencari tahu cara memelihara yang benar. Branjangan dan kerabatnya mempunyai kebiasaan berkicau sambil bertengger di atas gundukan tanah atau bebatuan. Bahkan, dihabitanya selalu terbang turun naik sambil berkicau. Sayangnya, kebiasaan itu tidak lagi bisa dipertotonkannya saat dipelihara penggemarnya. Padahal, sarananya (batu) telah disiapkan di dalam sangkar.
D. Kelemahan burung ocehan
Sebenarnya, permasalahan dalam memelihara burung ocehan tidak sedikit. Seperti makhluk hidup lainnya, burung peliharaanpun memiliki beberapa kelemahan. Setidaknya, terdapat dua kelemahan penting yang perlu diketahui kicaumania, terkait dengan penampilan dan kesehatan burung ocehan.
1. Kaki bersifat (scaly leg) sering kali terjadi pada burung ocehan. Kemunculan sisik di kaki burung biasa terjadi secara cepat maupun agak lambat. Hal tersebut sangat tergantung pada teknik perawatannya. Jika dicermati, kemunculan sisik terkadang hanya ditemui di bagian tungkai (tarsus) seperti sisik pada kaki cucakrawa. Ada juga sisik yang timbul pada jari kaki seperti yang sering ditemui pada kenari. Bahkan, sering terjadi kemunculan sisik dari mulai tarsus sampai ke jari kakinya seperti pada murai batu, hwamei, dan jalak.
Munculnya masalah kaki bersisik biasanya dikaitkan dengan umur burung ocehan yang sudah tua. Walaupun anggapan tersebut bisa benar, tetapi juga bisa salah. Setidaknya, terdapat lima faktor penyebab timbulnya sisik pada kaki burung peliharaan sebagai berikut.
- Ukuran sangkar yang digunakan terlalu kecil sehingga gerakan burung terbatasi.
- Burung terlalu sering melompat ke sisi sangkar dan tidak dikendalikan, terutama pada bakalan liar.
- Kaki burung jarang terkena air.
- Kekurangan lemak dapat menyebabkan kaki burung cepat berisik.
- Kondisi sangkar yang buruk (kotor dan bau) karena jarang dibersihkan. Hal tersebut menyebabkan munculnya parasit penganggu dalam sangkar sehingga kaki burung di serang tungau kudis (mange mite) yang dikenal dengan knemidokoptis. Gejala serangan tungau ini diawali dengan kaki yang membesar, selanjutnya diikuti kemunculan sisik.
2. Mati mendadak
Kematian burung akibat terjangkit penyakit sudah biasa terjadi. Namun, kasus mati mendadak pada burung ocehan yang kondisi sebelumnya cukup sehat tentu bukan hal yang biasa. Namun, hal itu memang sering dialami oleh para kicaumania. Kematian burung bisa terjadi pada siang dan malam hari dengan berbagai penyebab. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dari burung peliharaan.
Ketakutan secara berlebihan yang tidak segera diatasi dapat membuat burung stres berat dan membuatnya mati saat itu juga. Hal tersebut sering menimpa burung cucakrawa dan beo. Adapun faktor lain penyebab kematian mendadak yaitu burung memakan sejenis kupu-kupu yang membawa zat arsenik (racun)pada saat ditempatkan di luar rumah. Kroto yang basi juga bisa menybabkan kematian pada burung poksay hitam dengan diawali kelumpuhan terlebih dahulu. Oleh sebab itu, penyebab kematian burung secara mendadak harus dipahami terlebih dahulu sebelum mengambil kesimpulan.
No comments:
Post a Comment